Sabtu, 18 Desember 2010

Husin Abdullah, Pahlawan Kebersihan Lombok


Penampilannya sangat sederhana, bahkan barangkali ada yang menganggapnya ”gila”. Hanya saja, sikap spartannya terhadap kebersihan mungkin membuatnya berhak menyandang gelar ”pahlawan kebersihan”. Itulah Husin Abdullah (64), warga Desa Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
<!-- more -->

"Saya sering kali dicemooh dan dikira gila karena pekerjaan saya ngurus sampah dan kotoran saja,” ujar Husin yang nama aslinya Gavin Birch.

”Kegilaan” lelaki asal Selandia Baru terhadap kebersihan itu bisa dibuktikan di jalan-jalan Kota Mataram. Dia berhenti di bak penampungan sampah, lalu mengumpulkan daun-daun, botol dan gelas plastik bekas, sampai kotoran kuda dan sapi. Dia pun akan memberikan penyuluhan kepada pejalan kaki yang melintas saat dia tengah mengumpulkan sampah.

Kawasan pesisir dan sungai seputar kawasan obyek wisata Senggigi dan Kota Mataram juga menjadi tempat ”bermain” Husin karena di situ banyak sekali sampah rumah tangga yang tergerus air sungai dari hulu. Sampah itu berceceran di pasir, selain mengapung digoyang ombak laut yang membuat kawasan itu tampak kotor.

”Bagaimana turis mau senang mandi dan berbaring kalau air laut dan pasirnya kotor,” ucapnya. ”Mengapa ada penyakit malaria, diare, dan demam di Lombok, sampah-sampah inilah sumbernya,” ujarnya.

Sampah plastik itu dibawa dengan mobil Isuzu pick up, kemudian dibakar, sedangkan sampah dedaunan diolahnya dengan mesin penghancur sampah, kemudian dicampur dengan kotoran ternak, diendapkan selama dua hari. Limbah-limbah yang semula tidak berharga menjelma menjadi pupuk kompos yang sangat baik bagi tanaman, terutama tanaman sayuran/hortikultura.

Alat penghancur sampah yang digerakkan mesin diesel 8 HP (tenaga kuda) itu dibuatnya sendiri, modifikasi dari mesin buatan Selandia Baru, yang juga dilengkapi 15-18 cutting (pisau) dan blower (kipas). Bahan organik kaya akan sumber hayati (bokashi) seperti jerami, daun, dan ranting dimasukkan ke bak penampungan, diproses sampai hancur jadi bubur, yang nantinya dijadikan bahan pupuk kompos.

Setidaknya sudah 12 mesin penghancur sampah bikinannya dibeli sejumlah instansi dengan harga jual Rp 7 juta per unit. Berkat mesin itu pula Husin Abdullah meraih Anugerah Teknologi Tepat Guna Kategori Pengembang dari Pemerintah Provinsi NTB, 17 Desember 2004, berikut hadiah Rp 2,5 juta. Malah dengan peralatan bikinannya itu, kian lengkaplah julukan ”pahlawan kebersihan” yang diberikan banyak kalangan di Mataram.

Ia membiayai pembangunan 46 jamban di Desa Kediri, Lombok Barat. Sejumlah gerobak sampah juga disumbangkan kepada warga Desa Banyumulek, yang merupakan sentra industri kerajinan gerabah di Lombok Barat. Beberapa sumur gali dibiayainya, antara lain di desa-desa yang kondisi lingkungannya kumuh, seperti Desa Batu Layar, Melase, atau di Kelurahan Ampenan, Mataram.

Kepedulian Husin yang kemudian mendirikan Yayasan Cinta Lingkungan Lombok itu mengundang perhatian pengusaha hotel dan restoran di kawasan wisata Senggigi, selain bantuan rekan-rekan seasal dengannya yang tergabung dalam Rotary Club New Zealand. Warga Selandia Baru itu ikut menyokong aktivitas Husin, setelah menyetujui proposal yang diajukan berupa kegiatan pembinaan kebersihan lingkungan pada beberapa desa di Lombok.

Hidup bersih dan sehat juga tercermin di rumahnya, berlokasi di pinggir Pantai Desa Batu Layar. Di atas tanah 33 are, halaman rumahnya ditanami berbagai pohon buah-buahan, bunga dan tanaman konservasi, sehingga suasana rumahnya terasa sejuk. Dia juga menyewakan enam homestay bagi wisatawan dengan tarif relatif murah, Rp 30.000 semalam.

Ada juga ruangan khusus yang digunakan sebagai bengkel kerja untuk membuat pupuk kompos. Dengan alat pengolah sampah itu, Husin bisa memproduksi satu ton per bulan, yang dijual Rp 10.000 ter tiga kantong. Dari penjualan kompos, sewa homestay, honor sebagai konsultan, dan hasil sewa setrum aki, Husin membiayai hidup keluarganya.

Terpikat hatinya

Kiprah Husin dalam dunia kebersihan di Lombok dimulai tahun 1985. Setamat Sekolah Guru di Selandia Baru tahun 1972, Gavin Birch berkunjung ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti Pulau Flores (Nusa Tenggara Timur), Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, dan Lombok. Lombok yang membuat hatinya terpikat.

”Allah-lah yang menunjukkan dan membawa saya ke Lombok,” tuturnya tentang keberadaannya di Lombok.

Di Lombok pula Husin menemukan jodohnya, Siti Hawa, yang dinikahinya pada 17 November 1986. Kini suami-istri itu dikaruniai dua anak, Abdul Aziz Husin (17) dan Abdul Reza Zulmi Husin (16).

Sampai kapan akan menangani sampah? ”Sampai orang mau diajak hidup bersih dan sehat,” jawabnya.

beberapa waktu lalu beliau meninggal dunia karena sakit, semoga amal ibadah beliu diterima di sisi-Nya, dan semoga pesan serta semangat beliau tentang kelertarian lingkungan sampai kepada setiap hati orang Indonesia, khususnya orang Lombok.







1 komentar:

  1. Huhhh kita yang orang lombok asli kok tidak bisa menjaga kebersihan, malu donk sama orang lain mereka lebih perduli terhadap kebersihan dari pada kita sebagai keturunan asli Lombok. Please keep lombok clean

    BalasHapus