Minggu, 19 Desember 2010

NYAWA EMAS DI BUKIT SEKOTONG, PULAU LOMBOK

Wilayah kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, merupakan kawasan yang menurut peta geologi pulau Lombok, terbentuk dari hasil gunung api.

Wilayah ini merupakan kawasan perbukitan bebatuan dengan rata-rata ketebalan tanah di atasnya mencapai maksimal satu meter. semakin ke puncak bukit, unsur tanah di atasnya kian menipis, atau rata-rata setebal 30 hingga 40 sentimeter. karena itu, puncak bukitnya umumnya ditumbuhi oleh semak-semak belukar.


Secara klimatologis, sekotong hanya tampak hijau pada musim penghujan.  memasuki musim kemarau, keadaan berubah menjadi kering-kerontang.  tak heran jika kawasan ini seringkali dipandang sebelah-mata oleh pemerintah setempat.

Kendati demikian, di kawasan kritis dengan ketinggian berkisar 500 hingga 800 meter dari permukaan laut ini, tinggal menetap sedikitnya 2.000-an kepala keluarga.  dengan pola hidup menyebar mendiami delapan desa.

Wilayah kecamatan Sekotong, kab. Lombok Barat yang memiliki luas sekitar 32-ribuan hektar, juga terdapat kawasan hutan lindung, dan hutan produksi terbatas.  hanya sebagian kecil merupakan kawasan persawahan tadah hujan.  


DINAMIKA BUKIT EMAS SEKOTONG












Dalam peta geologi pertambangan, kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, memiliki potensi kekayaan alam yang menjanjikan, seperti emas, tembaga, dan perak.

Kandungan unsur geologi ini, menumpuk di tiga desa, yakni desa mencanggah, desa pelangan, dan desa selodong.  kini, ketiga desa ini, termasuk ke dalam wilayah kecamatan sekotong tengah (pasca pemekaran wilayah).

Ihwal keberadaan emas di sekotong, bermula dari ketetapan P.T. Newmont Nusa Tenggara tahun 1980-an, untuk melakukan  eksploitasi dan penambangan emas di kawasan ini.

Namun kemudian newmont melepas kesepakatan itu, konon karena saat itu, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat ingin melindungi pulau Lombok sebagai kawasan yang bebas dari industri pertambangan berskala besar, apa lagi jangka panjang.
P.T. Newmont kemudian melirik pulau sumbawa, hingga sekurang-kurangnya 30 tahun ke depan.

Berikutnya, entah siapa yang memulai, namun yang pasti, sejak dua tahun lalu, kawasan gemerlap emas – tembaga – dan perak ini ramai didatangi oleh para pemburu emas liar.  atau penambang liar.

Istilah pemburu emas liar atau penambang emas liar ini, oleh para penambang yang kini ditaksir mencapai 3.000-an orang dari berbagai daerah di indonesia, sangat tidak disukai.   sebab menurut para penambang ‘’liar’’ itu, keberadaan mereka di kawasan tersebut bukanlah liar, namun mereka hanya  memanfaatkan kekayaan alam yang ada yang tidak dikelola negara.

Bagi penambang ‘’liar’’ itu, bekerja mencari emas sama dengan berkah.  tak perlu ijin kerja, tak perduli ada tidaknya identitas. yang penting bisa dan mau bekerja berat, emas pasti di dapat.  modal kerja utama cuma tekad.  lainnya berupa sarana atau peralatan sederhana seperti linggis, palu, betel,  dan karung (sebagai penampung batu-batuan mengandung serbuk emas).  

Intinya kata mereka, ketimbang menganggur, atau menjadi beban masyarakat sekitarnya, menjadi petambang emas jauh lebih menguntungkan.
bayangkan, dalam setiap satu karung bebatuan mengandung emas seberat 20 kilogram, dipastikan hasil emas murninya paling minim 0,5 gram.  keuntungan itu didapat hanya dalam satu hari menambang hingga ke pemrosesan batu menggunakan alat gelondong/ penghasil emas murni.

Bahkan dari mulut ke mulut, tersebar kabar, jika nasib beruntung, seorang penambang bisa memperoleh emas murni hingga 40 gram dari sekarung batu-batuan tambang.  tak heran jika penambang ‘’liar’’ ini terus saja bertambah jumlahnya. mereka berdatangan dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa-Madura, dan dari NTB sendiri.  

Salah seorang warga Dusun Bubun Emas, sabri (40) mengatakan, selama proses pertambangan emas tanpa ijin dan kendali ini berlangsung, sudah empat kali terjadi musibah yang menelan korban jiwa.  musibah terjadi akibat korban terhimpit gelontoran batu yang mereka cungkil untuk mendapatkan bebatuan emas. harap maklum. sebab penambang bekerja di lereng-lereng bukit dengan kemiringan rata-rata 45 derajat.  

Kejadian pertama terjadi pada bulan agustus 2008 lalu yang menewaskan tiga korban jiwa.  kejadian berikutnya pada bulan januari 2009 berturut-turut tiga kali, hingga menelan korban jiwa 14 orang penambang.

Kendati menelan korban jiwa, namun dua kali musibah di bulan Januari 2009, tidak menggemparkan, karena konon kejadian itu dinilai sebagai resiko pekerjaan. 
namun secara samar-samar, kasus itu ingin ditutup-tutupi oleh para pekerja tambang, sebab mereka khawatir, dampak musibah tersebut akan berujung pada ketegasan pemerintah untuk menutup kawasan tersebut. sampai akhirnya terjadi musibah menggemparkan ketigakalinya, pada 10 januari lalu.

Eksistensi bukit emas sekotong memang dilematis. peran pemerintah setempat menjadi kian alot.

Akibatnya, hingga sejauh ini, belum juga ada greget pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten untuk melakukan penertiban di wilayah itu.


GRUP ZONASI KEKAYAAN ALAM

Terlepas dari topik kontroversial ini, ke depan, kawasan tambang yang terus-menerus dipadati pendatang ilegal untuk mengeruk emas (atau mungkin juga unsur mineral lainnya) di kawasan itu, dinas pertambangan dan energi provinsi nusa tenggara barat akan mengusulkan sistem penanganan potensi kekayaan alam di kawasan tersebut.

Usulan dinas pertambangan dan energi NTB, bertajuk pembagian ‘’Grup Anomali Geokimia Sekotong’’, menjadi tiga grup.

Masing-masing yakni: grup satu, pelangan, dengan luas prosfektif  teknis kawasannya sekitar 2.250 hektar. mineral utama di kawasan ini berupa emas, dan perak, dengan sumberdaya hipotetiknya mencapai 8,5 juta ton.
Kadar emasnya mencapai 3,5 gram perton, dan perak 12 gram perton.

Selanjutnya di-grup dua, mencanggah, luas prosfektif tekhnisnya sekitar 2.500 hektar.  mineral utamanya berupa emas, perak, dan tembaga. 
Sumberdaya hipotetiknya mencapai 7,8 juta ton, dengan kadar emas 3 gram perton.

Dan grup ketiga, yakni selodong, memiliki luas prosfektif tekhnis 3.300 hektar, dengan mineral utama, tembaga dan emas.  sementara sumber daya hipotetiknya mencapai 180 hingga 300 juta ton, dengan kadar emas 0,45 gram perton, dan 0,35 persen tembaga.

Kebid pertambangan umum Dinas Pertambangan Dan Energi Nusa Tenggara Barat  Muhammad Husni, mengatakan, zonasi kekayaan alam ini akan diusulkan dan dikukuhkan oleh pemerintah pusat. atau oleh penyerahan pemerintah pusat kepada provinsi.

Di dalam areal zonasi ini, nantinya juga akan diperuntukkan bagi kawasan pertambangan rakyat. 

Semua rencana itu akan diseuaikan dengan rncana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, yang berpatokan kepada undang-undang pertambangan mineral dan batu bara, serta PP nomor 4 tahun 2009 yang baru saja disahkan pemerintah.

Ditengah haru-biru peristiwa yang menewaskan sejumlah penambang liar akibat longsoran batu di bukit batu montor, dusun tangin-angin, Desa Bubun Emas, Sekotong, 10 januari 2009, gemerlap emas terus saja memancar.

Fenomena bukit sekotong yang kaya mineral dan logam mulia ini membuat sejumlah investor kian sering berkunjung ke provinsi nusa tenggara barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar